Mengamati Ikan di Nusa Tenggara Barat

Sebagai seorang mahasiswa Ilmu Kelautan, salah satu mimpiku adalah untuk menyelam di seluruh lautan Indonesia. Aku ingin melihat keindahan dari laut yang menjadi rumah bagi salah satu ekosistem terumbu karang paling kaya di dunia.

 

Pada September 2019, aku terpilih menjadi salah satu volunteer untuk kegiatan monitoring Wildlife Conservation Society (WCS) di Nusa Tenggara Barat. Senangnya bukan main! Karena aku akan menyelam di Indonesia bagian Timur untuk pertama kalinya. Berbekal ilmu yang sudah aku pelajari bersama klub selam Marine Diving Club (MDC), aku berangkat ke Kota Mataram, Lombok. 

pengamat ikan dalam kegiatan monitoring di Pulau Moyo
Mengamati Ikan di Pulau Moyo, NTB (WCS/Cahya Himawan/2019)

Aku menjadi bagian dari Tim Monitoring Ekologi bersama 3 orang lainnya (Cahya Himawan – Universitas Mataram, Muggi Bachtiar – MDC XXII/Universitas Diponegoro, Mufti Aprizan – Institut Pertanian Bogor). Tugas kami adalah melakukan pengamatan langsung terhadap ekosistem terumbu karang. Terdapat 3 indikator yang kami amati: ikan, karang, dan megabenthos (atau invertebrata). 3 indikator tersebut lah yang dapat menilai sehat atau tidaknya suatu ekosistem. Kami dibagi berdasarkan tugas menjadi Anak Ikan yang akan mengamati ikan dan yang akan mengamati karang dan megabenthos yaitu Anak Karang. Kedua tugas sama beratnya, karena tidak hanya mengandalkan kemampuan menyelam, namun juga membutuhkan kemampuan identifikasi. Ya! Kami harus mengetahui dan menghafal jenis-jenis hewan laut.

Tim Monitoring Ekologi

Aku adalah salah satu anak ikan dalam tim. Pada setiap penyelaman, tugasku adalah untuk menggelar transek (roll meter) sepanjang 150 meter. Transek ini akan menjadi patokan dalam pengamatan. Setelah menggelar, aku mulai mengamati ikan. Semua jenis (spesies) ikan dalam radius 5 meter ku catat pada kertas underwater. Selain jenis, estimasi ukurannya juga dicatat. Spesies ikan diamati untuk melihat keanekaragaman jenis ikan, sedangkan ukuran diamati untuk menghitung biomassa nya. Biomassa ikan di suatu perairan penting untuk pengelolaan sumber daya perikanan di wilayah tersebut. Setelah selesai mengamati ikan, tidak lupa ku gulung kembali transek dan kembali ke permukaan. 

ikan dan terumbu karang
Ikan dan Terumbu Karang di Takad Sagele, Pulau Moyo (WCS/Cahya Himawan/2019)

Kami melakukan monitoring di 4 lokasi yaitu: Teluk Cempi, Pulau Satonda, Pulau Moyo, dan Pulau Medang pada 30 titik pengamatan. Kondisi ekosistem di keempat lokasi sangat beragam. Setiap penyelaman menjadi pengalaman yang baru untukku. Salah satu lokasi terbaik adalah titik penyelaman terakhir di Pulau Moyo yaitu Takad Sagele. Terumbu karang di Takad Sagele membentuk dinding vertikal yang mencapai kedalaman 30 meter. Lebih dari seratus spesies ikan warna-warni dalam berbagai ukuran berhasil ditemukan disana. Kami juga bertemu dengan seekor penyu hijau yang sedang menikmati makan siangnya. Namun tidak semua lokasi dalam keadaan baik, terdapat beberapa lokasi yang terkena imbas dari penggunaan bom untuk kegiatan perikanan masyarakat. 

 

Kegiatan monitoring di NTB yang dilaksanakan selama 2 bulan tersebut sangat berkesan. Aku belajar banyak dalam hal skill menyelam, identifikasi ikan, dan juga profesionalitas dalam bekerja di lapangan. Walaupun aku sebagai satu-satunya perempuan dalam tim, hal tersebut tidak membatasiku dalam bekerja dan aku bisa berkontribusi sebesar rekan-rekan timku yang lain. Aku juga berkesempatan untuk bertemu dengan masyarakat lokal di setiap lokasi. Senangnya saat aku bisa ikut memberikan ilmu baru untuk mereka terkait kegiatan monitoring kami ini. 

 

Waspada dira anuraga!

Maula Nadia (MDC XXVI)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *