Sea-Monkeys, Monyet kok di laut?

Jangan salah paham dulu ya buddies!
Sea-monkeys atau Artemia salina bukan mamalia yang sering kamu lihat di hutan.

Artemia salina merupakan salah satu anggota dari subfilum crustacea. Artemia salina dikenal juga dengan nama pasarnya, yakni sea-monkeys atau brine shrimp (udang air asin). Spesies ini dapat ditemukan di seluruh penjuru dunia. Sesuai dengan namanya, salina diambil dari kata ‘saline’ yang artinya salinitas, Artemia salina berhabitat di daerah dengan tingkat salinitas yang tinggi. Daerah tersebut adalah danau air asin hingga kolam. Namun, brine shrimp tidak ditemukan dalam daerah laut lepas. Kemampuan toleransi salinitas yang tinggi pada brine shrimp disebut juga sebagai osmoregulasi. Salah satu ciri dari badan perairan yang memiliki salinitas yang tinggi adalah rendahnya  dissolved oxygen (DO) yang terkandung di dalamnya. Bukan hanya kemampuan osmoregulasinya, adaptasi yang membantu brine shrimp hidup dikondisi kandungan salinitas yang ekstrim adalah kemampuan dalam mensintesis protein sel darah haemoglobin. Haemoglobin yang tersintesis akan membantu dalam mengatasi rendahnya kandungan oksigen di lingkungannya. Kisaran parameter habitat brine shrimp, yakni  pH 7,5-8,5; DO 4,0-6,5; dan suhu 25-30 0C (Lenz dan Browne, 2018).

Secara garis besar, brine shrimp memiliki 2 cara dalam proses perkembangbiakan. Dua cara tersebut adalah secara parthenogenesis dan biseksual. Menurut Nalley dan Hine (2015), parthenogenesis adalah sebuah aktivitas reproduksi aseksual yang tidak adanya peran gamet jantan atau hanya melibatkan gamet betina serta tanpa adanya proses pembuahan. Parthenogenesis hanya terjadi pada beberapa jenis tumbuhan serta beberapa invertebrata, dan salah satunya adalah brine shrimp. Pada makhluk hidup umumnya, sel telur akan terbentuk dalam proses meiosis hingga menjadi haploid (n) atau setengah dari kromosom induk dan bertemu dengan sel sperma (n) hingga terbentuk zigot. Namun, individu yang mengalami parthenogenesis akan memiliki kromosom dengan jumlah yang sama seperti induknya (2n).

Tahukah kamu pada 29 Oktober 1998, seorang astronot bernama John Glenn membawa Artemia salina ke luar angkasa di misi STS-95. Setelah sembilan hari di luar angkasa, mereka dibawa kembali ke bumi dan selama perjalanan mereka tidak mengalami kematian ataupun efek samping lainnya. Bahkan, setelah delapan minggu telur-telur Artemia salina masih dapat menetas dan hidup dengan sehat.

 

Sumber:

Lenz, P. H., dan R. A. Browne. 2018. Ecology of Artemia.  CRC Press, London. 254 hlm.

Nalley, W. M. dan T. M. Hine. 2015. Aktivasi dan Tingkat Perkembangan Embrio Partenogenetik Mencit Setelah Dipapar Calcimycin dan Ionomicyn (Activation And Development Rate Of Mice Parthenogenetic Embryos Exposured In Calcimycin And Ionomicyn). Jurnal Veteriner., 16(4): 576-584.


Alifalah Tridhia Cahyadi
MDC XXVII

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *