Physalia physalis, si ubur-ubur api yang cantik tapi menyengat

Sering terlihat di wilayah pesisir Indonesia, Physalia physalis ini atau yang sering disebut ubur-ubur api atau the-portuguese man-of-war ternyata spesies ubur-ubur penyengat yang berbahaya.

Masyarakat Indonesia mengenal ubur-ubur api dengan beberapa sebutan daerah, seperti krawe, leteh, atau impes. Dalam bahasa Inggris, hewan ini dikenal dengan “the-portuguese man-of-war”, “man-of-war” atau “pacific-man-of-war”. Di Australia, ubur-ubur api dikenal dengan “the bluebottle”.  Ubur-ubur api dimasukkan ke dalam filum Cnidaria karena memiliki organ khas kelompok cnidarian, yaitu knidosit (cnidocyte). Knidosit merupakan sel penyengat pada ubur-ubur dan dikenal dengan nama nematocyst.

Secara umum ubur-ubur api memiliki bentuk yang menarik, yaitu menyerupai balon lonjong transparan dengan warna kemerahan, kebiruan, kehijauan atau keunguan. Warna tersebut memberikan kamuflase yang baik di laut dan dibentuk oleh komplek biliprotein, yaitu grup prostetik bilatriene. Ubur-ubur api memiliki struktur tubuh yang rumit dengan variasi morfologi yang tinggi (polymorphism). Tubuhnya terdiri dari beberapa kesatuan zooid yang disebut dengan kormidia. Setiap kormidia bersifat tripartit (tiga kelompok zooid). Satu individu ubur-ubur api yang kita lihat sesungguhnya bukan satu individu, melainkan kesatuan koloni yang terdiri dari beberapa individu fungsional terspesialisasi yang disebut zooid. Terdapat empat zooid di dalam satu individu ubur-ubur api, yaitu pneumatophore, gastrozooid, dactylozooid dan gonozooid. Keempat zooid tersebut memiliki struktur dan fungsi yang sangat berbeda satu sama lain, namun tetap bersinergi serta tidak dapat hidup tanpa salah satu zooid tersebut.

Toksin ubur-ubur api bersifat kardiotoksik, neurotoksik, muskulartoksik dan hemolitik. Oleh karena itu, mangsa yang tersengat dapat mengalami kelumpuhan (paralyze) atau bahkan kematian. Berdasarkan berbagai kasus serangan ubur-ubur api pada manusia, diketahui bahwa toksin ubur-ubur api pada manusia menunjukkan berbagai gangguan pada sistem syaraf, jantung dan kulit. Akibatnya, korban mengalami berbagai gejala, seperti rasa sakit yang hebat, kebingungan, mual, muntah, gangguan pernafasan, nekrosis pada kulit, disfungsi vasomotor (sistem pelebaran dan penyempitan pembuluh darah), kram, pingsan, kelumpuhan, hingga gagal jantung dan kematian.

Setiap tahun diperkirakan terjadi 150 juta kasus serangan ubur-ubur pada manusia di dunia dan ubur-ubur api diyakini memiliki kontribusi besar atas sejumlah kasus tersebut. Di negara bagian Queensland (Australia) misalnya, dilaporkan terjadi hingga 47.785 kasus serangan ubur-ubur api selama kurun waktu 2018–2019. Di Indonesia sendiri, pada tahun 2019 dilaporkan terjadi 612 kasus serangan ubur-ubur api hanya untuk sebagian wilayah pesisir selatan Gunung Kidul Yogyakarta.

Video tentang Physalia physalis

Sumber:

Firdaus, M. R. 2020. Aspek biologi ubur-ubur api, Physalia physalis (Linnaeus, 1758). Oseana., 45(2): 50-68.

Munro, C., Z. Vue, R. R. Behringer and C. W. Dunn. 2019. Morphology and Development of the Portuguese Man of War, Physalia physalis. Biorxiv, 9, (15522): 1–17.


Yudha Hernawan (MDC XXVII)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *