Memperingati World Ocean Day atau Hari Laut Sedunia pada hari Selasa, 8 Juni 2020 – Marine Diving Club Universitas Diponegoro bekerjasama dengan Keluarga Kelautan (KEKAL) Universitas Diponegoro menyelenggarakan webinar dengan tema Kelautan Menuju 2030 : Inovasi Kelautan dan Oseanografi untuk Pembangunan Berkelanjutan.
Dalam kesempatan kali ini, berdiskusi mengenai potensi dan tantangan yang dimiliki Indonesia untuk penguatan daya inovasi Indonesia dalam mengelola masalah dan menghadapi tantangan kelautan di 2030. Sehingga kita akan lihat seberapa siap Indonesia menghadapi tantangan 2030 diantaranya sejauh mana memiliki kesiapan SDM, kesiapan pengelolaan SDA, dan kesiapan keseimbangan infrastruktur.
Dalam paparan Firdaus Agung, S.T., M.Sc., PhD – Kepala Subdit Konvensi dan Jejaring konservasi, Kementerian Kelautan dan Perikan menjelaskan dari 34 provinsi Indonesia, 25 provinsi yang telah menyelesaikan ruang tata lautnya, artinya sekarang sudah banyak kegiatan-kegiatan di laut dalam segala aspeknya. Selain itu, karena laut mempersatukan elemen di tiap-tiap daerah seperti ekonomi, investasi, konservasi dan lain-lain. Mengenai konteks global sesuai dengan SDG 14 (Sustainable Development Goals) mengenai kehidupan di bawah air yang bertujuan untuk melestarikan laut dan sumber keautan secara berkelanjutan. Sampai dengan 2019, luas kawasan konservasi perairan seluas 23,1 juta ha atau 7,12% dari total luas perairan Indonesia (15% dari laut teritorial). Hal ini nantinya mendorong kepada luas kawasan konservasi sebesar 32,5 juta ha di tahun 2030 mendatang.
Peluang dan kesempatan di industry 4.0 ini bisa digunakan untuk memperkuat infrastruktur untuk mengembangkan ekonomi seperti instrumentasi dan perlabuhan perikanan. selain sektor infrastruktur bisa juga dalam memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan seperti seabed mining, eksplorasi laut, budidaya, dan biofarmakologi laut. Rasanya Indonesia juga perlu untuk meningkatkan ketahanan bencana dan perubahan iklim dengan mengadakan konservasi laut, rehabilitasi dan restorasi, serta underwater landscaping, bisa pula dengan modelling. Kesempatan dari wilayah Indonesia yang luas ini maka faktor sumber daya manusia menjadi kunci agar peluang-peluang ini bisa tercapai dengan cara edukasi dan advokasi lingkungan laut, pendampingan masyarakat, dan konsultasi.
Agenda baik local, nasional maupun global ini menanti peran semua elemen bangsa untuk mencapai peluang dan kesempatan yang terbuka luas ini. Maka dari itu dibutuhkan kreativitas, keberanian, dan kolaborasi. Kunci dari kemenangan dan keunggulan ini diperlukan adanya inovasi dan pemanfaatan science & technology.
Paparan Prof. Dr. Ir. Diah Permata Wijayanti., M.Sc – Ketua Departemen Ilmu Kelautan FPIK UNDIP, mengenai prediksi dan tantangan dunia meliputi kelimpahan mikroplastik dari tahun 1957-2066 di permukaan laut. Tak hanya plastik, namun perubahan iklim juga menjadi ancaman dunia yang nantinya mempengaruhi muka air laut. Banyak dilakukan modelling dalam memprediksi ancaman ini dengan hubungannya rentang kenaikan suhu dan pengaruh terhadap spesies di dalamnya. Perubahan iklim jika dilakukan usaha pengelolaan perikanan berkelanjutan, maka keberadaan stok di habitatnya masih bisa dipertahankan. Jika terjadi keseimbangan antara predator dan spesies di bawahnya maka akan sangat membantu keberadaan spesies tersebut untuk tinggal di habitatnya.
Menghadapi ancaman dan tantangan tentunya membutuhkan berbagai sector seperti stakeholder yang mampu bekerjasama serta mengedepankan sisi scientific sebelum diimplementasikan.
Dr. Imam Mustofa Zainuddin, S.T., M.Si – Marine and Fisheries Program Director, WWF Indonesia, dalam paparannya mengenai Transformasi Pasar untuk Pembangunan Berkelanjutan di Sektor Kelautan. Mengingat populasi Indonesia sekitar 250 juta jiwa yang tentunya berdampak terhadap konsumerisme yang mendorong transformasi pasar itu sendiri., tentunya sudah sepantasnya kita harus mampu bijak menjadi konsumen di Negara sendiri. Mampu mengapresiasi para sector produsen seperti nelayan yang bijak dalam mengambil sumber daya di alam. Quantity sudah banyak ditinggal oleh Negara maju, tetapi quality dan value yang harus didorong untuk menuju ekonomi yang baik tanpa merusak sumber daya. Kita bisa ambil bagian untuk mewujudkan ini semua salah satunya dengan bijak membeli produk perikanan yang layak disantap.
Prof. Dr. Denny Nugroho Sugianto, S.T., M.Si – Kepala Departemen Oseanografi FPIK UNDIP sendiri juga menyinggung mengenai SDG (Sustainable Development Goals) khususnya mengacu pada Climate Change dan Life Below Water. Tentunya tantangan ini memerlukan SDM yang unggul dengan inovasi yang menunjang di era digital sesuai dengan industry 4.0. salah satu inovasinya yaitu pengembangan karakteristik oseanografi dari teknologi nirkabel. Mengukur pasang surut, gelombang, dan arus dengan metode akustik. Ini merupakan salah satu bekal yang nantinya dapat dikembangkan di dunia industri.
Tak hanya itu, inovasi ini dikembangkan pula dalam terciptanya aplikasi untuk mengukur gelombang yang bisa didapat berbasis android. Tantangan industry 4.0 ini sangat memungkinkan kita bisa mengukur karakter oseanografi tanpa menggunakan alat ukur.
Sejalan dengan paparan Riza Damanik, S.T., M.Si., PhD., bahwa inovasi di bidang IT sangat membantu sekali untuk permasalahan di bidang perikanan ini. Terutama untuk masalah penjualan dan bagaimana untuk mendongkrak terutama di musim Covid-19 ini. Dampaknya bisa melebar dari pasar-pasar ikan yang terpaksa tutup di masa seperti ini hingga ke konsumen dari masyarakat hingga restoran. Untuk itu menghadapi tantangan ini maka sangat diperlukan inovasi teknologi yang menunjang bidang perikan dan kelautan.
Yuk baca artikel lainnya disini.
Yuliah Nur Fadlillah (MDC XXVI)